Kamis, 12 Januari 2012

chantika.com

chantika.com


Gaya Dan Cirikas Tas Tangan Sang Iron Lady

Posted: 11 Jan 2012 11:55 PM PST

Mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher bertajuk Iron Lady dikenal dengan tiga ciri khas, suara, model rambut, dan tas tangan yang dijinjingnya. Thatcher tak hanya senang bergaya dengan tas tangan pilihannya. Namun tas tangan juga menjadi bagian dari karakter dirinya, sosok perdana menteri tanpa kompromi.

Berkat Thatcher, istilah “handbagging”  terdaftar dalam Kamus Inggris Oxford, sebagai kata referensi untuk gaya Thatcher ketika berhadapan dengan mereka yang tak senang dengan kehadiran atau menentangnya. Pasalnya, tas tangan tak lepas dari sosok Iron Lady ini. Bahkan tas tangan yang dibawanya punya makna lain. Kehadiran tas tangannya bak meneror orang lain yang merasa  tak nyaman di dekatnya, inilah seloroh yang muncul hingga akhirnya kata “handbagging” dirasa perlu dimasukkan ke dalam kamus ternama.

“Tas tangannya bukan sekadar berfungsi sebagai wadah menyimpan arsip namun juga mengingatkan orang lain atas kekuatan yang dimilikinya,” kata mantan ketua staf Margaret Thatcher yang juga adalah novelis politik, Michael Dobbs.

Tas mewah
Tas tangan feminin bertransformasi menjadi tas berkesan mewah berkesan megah saat dijinjing oleh Thatcher. Boleh jadi, kharismanya lah yang membuat tas bermerek yang feminin tampil dengan kesan berbeda di mata publik.

Tas tangan kulit koleksi Thatcher nyatanya menjadi sumber investasinya. Dalam acara lelang Christie, tas merek Asprey milik Margaret Thatcher yang telah berusia 30 tahun terjual dengan harga 25,000 poundsterling (sekitar Rp 35,4 juta).

Tas tangan merek Launer juga identik dengan sosok Iron Lady ini. Permintaan atas tas model klasik ini pun meningkat. Pabrik pembuatan tas Launer menciptakan 20 tas tangan dalam satu minggu, dengan lebih dari 15 pekerja. Jika permintaan dari kalangan VIP meningkat, pabrik ini bahkan dapat memproduksi tas hanya dalam 48 jam. Sepanjang Natal dan Tahun baru, tas tangan kulit Launer warna hitam bahkan mengalami kenaikan penjualan, 59 persen.

Handbag Launer menjadi simbol perempuan Inggris, bukan hanya berkat Thatcher namun karena Ratu Elizabeth juga mengenakannya. “Penjualan tas Launer meningkat dengan dikenalkannya ‘tasnya Thatcher’ ke kalangan muda, dan ke penggemar tas internasional yang mencari model tas kontemporer sebagai investasi,” jelas Gerald Bodmer, pemilik dan Creative Director Launer.

Tas tangan segi empat keluaran Prada dengan ornamen emas juga identik dengan gaya Thatcher. Aktris Kate Bosworth tertangkap kamera menjinjing tas tangan ini di Los Angeles, Amerika Serikat.

Meski populer dan mewakili selera perempuan Inggris, rupanya perempuan dari kerajaan tak semuanya terpukau dengan tas tangan mewah ini. Lady Diana salah satunya. Dan kini, menantunya, The Duchess of Cambridge, yang dikenal sebagai sosok membumi, berusaha menghindari pesona Launer, dan lebih memilih berburu clutch level High Street.

Enam Puluh Lima Persen Pria Selingkuh Walaupun Ia Mencintai Pasangannya

Posted: 11 Jan 2012 11:50 PM PST

Tiga dari dua pria selingkuh, begitu kesimpulan sebuah survei yang dilakukan oleh majalah Eksekutif terhadap 500 pria eksekutif di Jakarta, beberapa waktu lalu. Judul tersebut menjadi semacam sarkasme, yang ingin menunjukkan bahwa pada dasarnya hampir semua laki-laki gemar selingkuh. Benarkah demikian?

Yang pasti, sebuah survei yang dilakukan sosiolog Amerika, Eric Anderson ini, menunjukkan bahwa meskipun mencintai pasangan dan tidak berniat meninggalkannya, pria tetap selingkuh karena menginginkan seks lebih sering. Sedangkan pria yang tidak selingkuh sebenarnya tengah mengatur dirinya sendiri untuk “pemenjaraan seksual akibat desakan sosial”.

Pengajar dari University of Winchester di Inggris ini mengatakan, monogami telah mengucilkan pria dari kegiatan yang paling mereka inginkan. Dalam bukunya, The Monogamy Gap: Men, Love, and the Reality of Cheating, Anderson menyebut bahwa selingkuh adalah norma, dan orang mulai menerima relasi yang terbuka secara seksual, yang hidup berdampingan tanpa hierarki atau hegemoni.

Untuk mendapatkan kesimpulannya ini, Anderson mensurvei 120 pria prasarjana, baik yang normal maupun gay. Ia mendapati bahwa 78 persen pria yang memiliki pasangan ternyata selingkuh, “Meskipun mereka mengatakan mencintai (pasangannya) dan berniat tetap bersama pasangannya,” kata Anderson. Kalau begitu, mengapa harus selingkuh? Jawabannya simpel: karena pria menyukai seks.

Secara emosional, pria sebenarnya ingin tetap bersama satu pasangan. Sayangnya, tubuh mereka rupanya mendambakan seks bersama orang lain. Berkaitan dengan keinginan membentuk keluarga, misalnya, sisi emosional lah yang berperan. “Hasrat fisik kita tidak mati; hanya berubah dari pasangan kita ke orang lain. Ketika hasrat seks itu padam, hubungan baru mulai,” lanjutnya.

Pria lebih memilih untuk selingkuh dan menyesalinya, karena tak mungkin bagi mereka untuk mengakui hal tersebut pada pasangannya. Bila dilakukan, relasi yang dibangun bersama pasangan pasti buyar. Ketika pria selingkuh dan melakukan seks rekreasi, mereka tak mengaitkan perasaan karena mereka masih mencintai pasangan. Jika tidak, mereka pasti sudah mengakhiri hubungan tersebut. Buat kaum pria, seks di luar relasi dengan pasangan sah-sah saja. Lucunya, mereka tidak ingin pasangannya melakukan hal yang sama.

Hal ini memang tidak fair, namun monogami hanya akan mendorong pria untuk mengejar seks dengan orang lain dalam kesempatan lain. Menyedihkan, tetapi demikianlah hasil penelitian Eric Anderson. Media Research Centre Network sendiri meragukan ukuran sampel dan kelompok yang menjadi sasaran survei, karena pria-pria yang belum lulus kuliah umumnya masih mengeksplorasi diri mereka, dan mendorong batas-batas yang ada.

Sumber: The Daily Mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar