chantika.com |
Posted: 30 Apr 2012 01:24 AM PDT KOMPAS.com – Manakah yang lebih menggambarkan diri Anda: tertutup atau terbuka? Penuh rahasia atau transparan? Menyimpan rapat-rapat informasi yang dimiliki atau senang berbagi informasi? Di dunia yang begitu dinamis seperti sekarang ini, manakah yang menurut Anda akan lebih berhasil sebagai pemimpin? Kita saksikan sendiri dunia kita berubah pesat dengan berkembangnya teknologi informasi. Dunia menjadi begitu "terbuka", orang pun sangat mudah mengakses informasi apapun, kapan pun, di mana pun. Perubahan jaman ini seolah juga memunculkan "seleksi alam" baru: individu yang tidak siap "terbuka" dan "membuka diri", menjadi lebih rawan "tersingkir". Kadang kita memang bisa punya berbagai alasan untuk memelihara sikap tertutup. Teman saya mengatakan kapok untuk banyak menceriterakan tentang rencana, bisnis, dan keadaan perusahaan kepada mitra kerjanya, karena ternyata mitra kerjanya membocorkan rencananya tersebut ke kompetitor. Ya, kita tentu bisa memahami kecutnya perasaan teman kita ini, karena merasa dipecundangi. Kita memang harus pintar memilah dan memilih informasi yang perlu dibagi dan bisa bermanfaat. Namun, apa jadinya bila kita sibuk menutup diri atau menahan informasi, padahal facebook, twitter, dan beberapa media sosial lain yang semakin marak, sudah merupakan open source? Informasi yang kita coba sembunyikan dan tahan-tahan, terkadang tetap bisa diakses oleh orang lain. Jadi, di era informasi seperti sekarang apakah kita masih punya pilihan untuk bersikap misterius dan tidak membuka akses bagi orang lain untuk mengetahui tentang siapa kita? Bayangkan kesenjangan kita dengan anak buah atau penerus kita, bila kita tidak transparan. Bisakah kita “berbeda dunia” dengan mereka dan membiarkan mereka meraba-raba bila mereka menggantikan kita? Bersikap misterius memberi peluang orang menduga-duga, bahkan bisa salah mempersepsi sikap, pikiran, dan pandangan kita. Sebaliknya, dengan sikap terbuka kita malah bisa sekaligus melakukan "marketing me". Tidak heran kalau kita melihat para calon gubernur Jakarta tiba-tiba membuka jalur facebook dan twitter. Membuka diri adalah membiarkan orang lain tahu tentang apa yang kita yakini dari dalam, bukan hanya di permukaan. Otomatis, kegiatan pribadi, apa yang kita katakan, dan kebiasaan kita pun tersorot oleh orang di luar keluarga sendiri. Keterbukaan diri ini tidak bisa kita lakukan secara instan, tidak bisa dipaksakan. Ini sebabnya kita perlu juga berlatih untuk membuka diri dan membuat diri kita transparan dengan elegan. Membangun ikatan dan komunitas Seorang manajer ataupun owner perusahaan kecil pun sebetulnya harus mulai berpikir bahwa setiap institusi adalah sebuah komunitas yang sarat nilai. Itu sebabnya, sebagai pemimpin, ia perlu menyuarakan pendapatnya, agar komunitas bisa bergerak dan tumbuh. Kita bisa menyaksikan betapa Gerakan Indonesia Mengajar tidak susah mendapatkan "creme de la creme" intelektual yang rela mengorbankan dirinya, meninggalkan pekerjaan, dan mengikuti kata hatinya untuk bergabung dalam berbagai gerakan memajukan pendidikan Indonesia. Semua karena nilai yang dikomunikasikan dengan terbuka, jelas, dan jernih. Seorang ahli manajemen mengatakan bahwa fenomena ini adalah “The New Normal”, di mana rekayasa kemasan tidak mempan lagi. Keterbukaan dan kontrol yang jelaslah yang membuat orang di dalam suatu organisasi termotivasi. Disiplin pun dijalankan bukan berdasar "how", tetapi lebih karena "why"-nya jelas. Ahli manajemen Kanter dan Fine mengumpamakan keterbukaan masa kini seperti mahluk di dasar laut yang berbentuk busa. Meskipun banyak material melewati badannya, ia tetap bisa bertahan dan tetap transparan, karena memiliki ikatan yang kuat dengan dasarnya. Pada era di mana brain lebih kuat daripada fungsi manusiawi lainnya, kemampuan untuk menerjemahkan apa yang kita rasakan, yakini, dan kehendaki dalam presentasi yang terang adalah jalan agar kita senantiasa mampu membangun ikatan yang kuat dengan nilai-nilai dalam organisasi. "Mendengar" sebelum "bicara" Terbuka tidak sama dengan "asbun" (asal bunyi), apalagi "omdo" (omong doang). Orang lain pasti bisa segera bisa merasakan bila keterbukaan dipaksakan. Niat untuk membuka diri dan transparan perlu didasari niat tulus untuk mendekatkan diri, pada anak buah, pelanggan atau masyarakat. Sebelum kita memperkenalkan siapa kita dan menceritakan prinsip kita, tentu kita harus tahu dengan siapa kita bicara, tahu keadaan dan kondisi sebenarnya, paham kebutuhan dari target "audiens" kita. Terbuka juga otomatis akan menuntut kita untuk merespons, menjawab, menanggapi orang lain, jadi sama sekali bukan bersikap "jumawa" atau mengambil sikap satu arah. Kita harus sadar bahwa satu-satunya jalan untuk bertahan di era faceless dan non-personal ini adalah menguakkan lebih banyak apa yang kita pikirkan, apa yang kita sasar dan impikan kepada orang-orang di sekitar kita. (Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant) |
Posted: 30 Apr 2012 01:19 AM PDT KOMPAS.com – Tampil dengan gaya kasual bisa jadi pilihan, namun bukan berarti riasan wajah ditinggalkan. Gaya kasual Anda akan terlihat lebih menarik dengan polesan riasan wajah yang simpel, dan bisa diaplikasikan dalam 10-15 menit. Kuncinya, pilih warna yang tepat untuk menunjang gaya harian yang kasual, dan aplikasikan riasan di setiap tahapan dengan benar. “Penggunaan eyeliner seringkali keliru. Salah aplikasi bisa menyebabkan kesalahan riasan sehingga Anda harus menghapusnya dan memulai lagi dari awal,” jelas make-up artist Mariska Mariana, di sela kegiatan Fashion Workshop New Crocs New You di Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis (19/4/2012). Untuk menciptakan riasan wajah simpel, segar, menunjang gaya kasual Anda, Mariska memberikan sejumlah kiatnya. * Wajah bersih. * Riasan dasar. “Sebagian orang memakai dua bedak sekaligus, tabur dan padat, tujuannya agar pelembab dan foundation melekat sempurna di wajah. Ada juga yang memilih menggunakan BB Cream, produk pelembab merangkap foundation, yang membantu meringkas waktu make-up karena hanya dengan satu produk, dua kebutuhan ini bisa terpenuhi,” jelas Mariska kepada Kompas Female. Cara mengaplikasikan riasan dasar ini juga perlu diperhatikan. Pakai bedak, pelembab, dan foundation dari bagian dahi dengan arah ke samping bawah. “Jangan memakai pelembab dengan cara rotasi. Pemakaian dari bagian atas wajah dengan arah ke samping bawah bertujuan agar bedak, foundation juga pelembab tidak menggumpal sehingga hasil riasan lebih tahan lama,” jelas Mariska. * Eyeshadow. * Eyeliner. Sebaliknya, jika Anda memilih menggunakan eyeliner cair, sebaiknya aplikasikan eyeliner dari garis mata bagian dalam menuju ke bagian luar. “Sebaiknya eyeliner cair digunakan oleh mereka yang sudah mahir mengaplikasikannya, karena jika salah aplikasi, Anda harus menghapus seluruhnya termasuk eyeshadow dan memulai dari awal. Inilah yang kerap membuat make-up membutuhkan waktu lebih lama,” tuturnya. |
Posted: 30 Apr 2012 12:51 AM PDT Bahan: Pelapis: Cara membuat: Untuk 6 orang Tips: Tempe yang sudah dipanir sebaiknya disimpan dalam lemari es supaya waktu digoreng tepung panir sudah menempel dan hasilnya lebih bagus. Resep: Nuraini W |
You are subscribed to email updates from chantika.com To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |